A Blog By DR TRASI FELLUS(A Certified Weight Loss Expert Trained Over 2000+ offline And About 200 + Offline Success Stories(@googl/web) — — — When consumed daily, such beverages may result in larger…
Gavin sedang memakai jam tangannya saat mamanya baru saja masuk ke dalam kamarnya setelah mengetuk pintu. Rencananya hari ini Gavin akan pergi ke kosan lamanya Hazel, ia berniat mencari informasi soal perginya perempuan itu.
“Kamu mau ke mana, Vin?”
“Nyari Hazel, Ma.” Gavin menjawab singkat, lantas ia meraih kunci mobilnya di nakas. “Ma, aku mau berangkat dulu.”
Mamanya menghela napas. “Vin, ngapain kamu capek-capek ngeluarin tenaga dan waktu kamu cuma buat nyari perempuan itu? Dia kayak gitu bukannya udah jelas kalau dia memang udah nggak mau sama kamu.”
Dengan rasa yang percaya diri, Gavin membalas, “Ma, dia bukannya nggak mau. Hazel cuma lagi marah aja sama aku. Aku bakalan usahain buat dia balik lagi sama aku. Aku yakin aku bisa.”
“Berkelakuan buruk begitu masih aja kamu pertahankan. Dengan dia kabur nggak jelas begini udah keliatan kalau perempuan itu emang nggak bener, Gavin.”
“Ma, namanya Hazel. Tolong sebut nama dia dengan benar. Jangan manggil dia begitu — ”
“Terserah lah, Vin. Mama nggak peduli soal nama dia. Mama udah ditahap bener-bener nggak suka sama perempuan itu.” Potongnya. “Lagi pula kamu nyari pasangan itu jangan asal cuma cantik. Harus tahu dulu gimana latar belakangnya, keluarganya gimana. Perempuan itu dari keluarga yang dulunya bermasalah dan liat sekarang, dianya juga suka bermasalah kan? Pergaulan nggak bener, nggak ada sopan santun, kabur-kaburan nggak jelas kayak gini, pake pakaian yang suka pamerin badan. Buat apa kayak gitu kalau bukan buat narik perhatian orang terutama laki-laki kan?”
Gavin sudah terlalu jenuh untuk menanggapi.
“Mungkin menurut kamu dia pacar yang baik, tapi belum tentu dia bisa jadi istri yang baik buat kamu. Dan perempuan yang baik-baik itu nggak kayak dia, nggak seharusnya bersikap dan berperilaku kayak dia.”
“Sekarang nyari perempuan yang jelas-jelas aja. Jangan asal cantik doang. Kalau mau yang cantik, Ayanna tetangga kita juga cantik, Vin. Dia nggak cuma modal cantik — ”
“Ma, udah dulu. Biarin aku selesaikan urusanku dulu. Oke? Dan kenapa aku ngotot pengen sama Hazel? Karena aku males memulai hubungan baru, Ma. Hazel udah sangat kenal aku, dia udah banyak ngertiin aku, tahu segala kekurangan aku dan dia nggak masalah soal itu.” Katanya. “Memulai hubungan baru nggak segampang yang Mama kira. Aku udah capek kalau harus mulai dari awal.”
“Kamu dibilangin susah.”
“Maaf, Ma. Aku pergi dulu.”
***
“Maaf, Mas, kita juga nggak tahu Hazel ke mana. Malah baru tahu sekarang kalau Hazel pergi dari rumah.”
Kalimat itu membuat Gavin menghela napas. Satu-satunya harapan untuk mencari Hazel, atau setidaknya mendapatkan informasi hanya di kosan lamanya tempatnya tinggal. Namun ternyata, orang-orang yang diduga temannya Hazel saat masih tinggal di sini juga tidak tahu sama sekali.
Gavin benar-benar tidak tahu lagi harus mencari Hazel ke mana.
“Kalian serius sama sekali nggak tahu? Nggak lagi mencoba nutupin kan?” tanya Gavin memastikan.
Rara dan Ghisa saling pandang sekilas.
“Nggak, Mas,” jawab Ghisa. “Kita beneran nggak tahu soal Hazel. Setelah Hazel keluar dari sini, dia nggak pernah lagi mampir-mampir ke sini.”
“Iya, kita bahkan nggak tahu kapan waktu Hazel pindahan ke rumahnya lagi ya, Ghis? Tiba-tiba ngabarin di grup udah keluar aja dari kosan, terus left grup dan nggak pernah kontakan lagi.” Jelas Rara.
Ghisa mengangguk setuju. “Iya, Mas. Kita sebenernya emang nggak terlalu deket juga sama Hazel. Hazel deketnya cuma sama Sean sih selama ngekos di sini, bukan sama kita-kita ya, Ra? Mungkin juga Hazel lagi sama Sean, soalnya Sean juga udah hampir semingguan ini nggak keliatan ada di kosan.”
Rahang Gavin praktis mengeras. Tadinya ia tidak berpikir bahwa Hazel bersama Sean. Namun setelah mendengar penjelasan dan dipikir-pikir, ternyata masuk akal juga.
“Kalau gitu, makasih. Saya pamit dulu.”
Dan Gavin kembali memulai perjalanannya lagi. Kali ini, ia menuju ke rumah orang tuanya Hazel.
***
Senyum Gavin terukir begitu tampan di wajahnya begitu berhadapan dengan calon ibu mertuanya. Ya, Gavin masih menganggapnya begitu karena ia merasa mampu membawa Hazel kembali bersamanya.
Pria yang memakai kemeja cokelat dengan lengan digulung sampai siku itu melangkah mengikuti wanita yang menjadi ibu dari calon istrinya. Dan, ya, lagi-lagi Gavin masih akan selalu menyebutnya begitu.
“Ayah belum pulang, Bu?” tanya Gavin.
“Belum. Helen ada, cuma dia lagi tidur. Abis pulang ngampus kecapean kayaknya, pulang-pulang langsung ngacir aja ke kamar, ketiduran deh tanpa ganti baju dulu.”
Gavin mengangguk-angguk. “Tadi, Gavin udah ke kosan lamanya Hazel, Bu. Berharap Hazel di sana atau setidaknya dapet informasi ke mana Hazel pergi. Tapi temen-temennya di sana juga nggak tahu soal Hazel.”
Wanita berambut sebahu itu menghela napas. “Ibu juga bingung Hazel ke mana. Bahkan Nala temen yang paling deket sama dia aja nggak tahu.” Katanya. “Vin, kalian memangnya ngomongin apa sampai Hazel kabur gini?”
“Gavin cuma bicara baik-baik soal penyelesaian hubungan kita dan minta Hazel buat mempertimbangkan lagi rencana pernikahan kita di akhir tahun nanti, Bu. Gavin nggak ada bicara yang aneh-aneh, kok.”
“Padahal Ibu udah seneng banget Hazel tinggal di rumah lagi. Tapi belum sehari pindah ke sini aja udah pergi lagi dia.” ucapnya, terdengar sendu. “Ibu juga tahu dan ngerti kok kenapa Hazel nggak betah tinggal di rumah, makanya Ibu izinin aja dia ngekos sambil berpesan ke dia buat selalu ngabarin dan sering mampir ke rumah.”
“Ibu udah bingung banget mau nyari informasi Hazel ke mana lagi, Vin. Ibu nggak pernah tahu dia sukanya pergi ke mana, dia nggak pernah bilang apa-apa.”
Gavin mengangguk paham. “Iya, Gavin juga lagi mengusahakan. Semoga aja Hazel pulang dengan sendirinya juga ke rumah ya, Bu.”
Ibu mengangguk. “Kamu makan malam di sini aja ya, Vin? Ibu mau masak dulu sama Bibi sebelum Ayah pulang. Nggak apa-apa ditinggal sendiri dulu?”
Gavin tersenyum. “Nggak apa-apa, Bu. Kalau perlu bantuan, Gavin siap bantu juga kok, Bu.”
Kini, Gavin sendiri di ruang tengah. Hari sudah hampir malam, namun rumah ini masih sepi. Lebih sepi lagi karena ia tahu bahwa Hazel tidak akan sama lagi seperti dulu. Dan itu semua karena ulahnya sendiri.
Apalagi sekarang ada pihak ketiga di antara mereka, yang mungkin saja berpengaruh cukup besar mengingat fakta bahwa Hazel dekat dengannya.
Ya, Sean.
Gavin tahu dan sempat berpapasan sekali dengan lelaki itu saat dirinya mengunjungi Hazel ke kosan.
Memutuskan untuk pergi ke kamar Hazel, Gavin beranjak dari tempatnya dan melangkah menuju lantai dua, tempat di mana kamar Hazel berada. Bersebelahan dengan kamar Helen yang terbuka sedikit.
Hawa di kamar Hazel begitu dingin saat Gavin memasukinya. Jendelanya tertutup, lampu kamarnya padam dan beberapa koper masih berantakan di sana, baju-bajunya masih di dalam, belum sempat di bereskan karena Hazel lebih dulu pergi dari rumah tanpa pamit.
Rupanya ranjang queen size yang empuk itu tidak membuat Hazel merasa nyaman. Kamar yang bagus, rumah bagus dan fasilitas yang di dapatkan tidak membuat Hazel betah tinggal di sini meskipun dia bisa selalu diberikan banyak hal yang lebih dari cukup, bahkan melimpah. Hazel lebih menyukai berkeliaran di dunia luar yang dingin dan keras. Hazel lebih memilih hidup terbatas yang penuh dengan kerja keras.
Gavin duduk di tepi ranjang. Ia melihat ponsel Hazel di nakas, yang sudah pasti ditinggalkan dengan sengaja oleh perempuan itu agar semua orang sulit mencari keberadaannya.
Pria itu meraih ponsel pintar tersebut dan menyalakannya. Ia hendak membuka passcode yang memang sudah diketahuinya sampai terbuka menampilkan layar utama. Namun, pergerakannya terhenti karena pintu terbuka dan mendapati Ibu ada di sana.
“Vin, ternyata kamu di sini,” katanya. “Bisa bantuin Ibu dulu sebentar?”
“Bisa, Bu.”
Dan Gavin segera mengantongi ponsel Hazel, mengikuti langkah calon ibu mertuanya. Ia akan melihat-lihat ponsel Hazel di lain waktu, yang mungkin saja dirinya bisa menemukan petunjuk tentang keberadaan Hazel.
[]
Nuestras opciones de carrera nos dan un propósito, pero también pueden causar dolor. Qué hacer si te sientes atrapado en tu carrera Una pregunta que la gente me hace a menudo es “¿Cómo sé que estoy…
My arms are expansive lifting out of the binds of that stress and fear clench no more. I breathe in the free air no longer stagnant, enclosed released from the glass; those holes in the cover never…
The journal Wilderness & Environmental Medicine recently published a set of clinical practice guidelines from the Wilderness Medical Society about the management of exercise-associated hyponatremia…